Kamis, 09 Februari 2012

Obat untuk virus kuning pada cabai

Untuk mengobati virus kuning pada cabai bisa dengan

  • musuh alaminya yaitu predator alami (menochilus sexmaculatus) dan patogen serangga (Beauveria bassiana, Verticillum Lecanil, Paecillomyces Fumosoroscus)
  • Dengan bahan kimia menggunakan bahan aktif imidacloprid dan methidathion).
  • Dengan bahan organik menggunakan Bunga pukul empat, Bayam duri, tanaman pagoda dan daun nimba

Selasa, 07 Februari 2012

Hama penyakit pada timun

Sebelumnya telah dijelaskan bagaimana cara budidaya timun, kurang lengkap jika kita belum mengenal hama penyakit pada mentimun dan bagaimana mengendalikannya.

3.6. Hama dan Penyakit
3.6.1. Hama
a. Oteng-oteng atau Kutu Kuya (Aulocophora similis Oliver).
Kumbang daun berukuran 1 cm dengan sayap kuning polos. Gejala : merusak dan memakan daging daun sehingga daun bolong; pada serangan berat, daun tinggal tulangnya. Pengendalian : Natural BVR atau PESTONA.

b. Ulat Tanah (Agrotis ipsilon)
Ulat ini berwarna hitam dan menyerang tanaman terutama yang masih muda. Gejala: Batang tanaman dipotong disekitar leher akar.

Senin, 06 Februari 2012

Cara budidaya timun oleh PT. Natural Nusantara

I. PENDAHULUAN
Produksi mentimun di Indonesia masih sangat rendah padahal potensinya masih bisa ditingkatkan. Untuk itu PT. Natural Nusantara berupaya turut membantu meningkatkan produksi secara Kualitas, Kuantitas dan Kelestarian (K-3).

Budi daya padi hibrida

Siapa yang tidak kenal beras, makanan pokok yang paling banyak dikonsumsi oleh orang di seluruh dunia. 
Pemintaan terhadap beras dari tahun ke tahun cenderung naik sejalan dengan laju peningkatan jumlah penduduk. Disisi lain varietas unggul yang digunakan petani tidak dapat berproduksi lebih tinggi karena keterbatasan kemampuan genetik tanaman.



Sejalan dengan tujuan pembangunan pertanian yang lebih memfokuskan kepada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani, maka program intensifikasi padi sudah selayaknya mendapat perbaikan dan penyempurnaan dari berbagai aspek.
Padi hibrida berperan untuk meningkatkan produksi. Teknologi pengembangan padi hibrida yang diterapkan secara intensif di daerah asalnya China, India dan Vietnam mampu meningkatkan produktifitas sebesar 15 - 20 %. Keberhasilan penanaman padi hibrida secara intensif menunjukkan bahwa varietas padi hibrida merupakan teknologi yang praktis dalam peningkatan produksi padi.

Tikus sawah



TIKUS SAWAH (Rattus Argentiventer Rob & Kloss)
Status
Merupakan hama prapanen utama penyebab kerusakan terbesar tanaman padi, terutama pada agroekosistem dataran rendah dengan pola tanam intensif. Tikus sawah merusak tanaman padi pada semua stadia pertumbuhan dari semai hingga panen (periode prapanen), bahkan di gudang penyimpanan (periode pascapanen).

Kerusakan parah terjadi apabila tikus menyerang padi pada stadium generatif, karena tanaman sudah tidak mampu membentuk anakan baru. Ciri khas serangan tikus sawah adalah kerusakan tanaman dimulai dari tengah petak, kemudian meluas ke arah pinggir, sehingga pada keadaan serangan berat hanya menyisakan 1-2 baris padi di pinggir petakan.
Biologi dan Ekologi
Tikus sawah digolongkan dalam kelas vertebrata (bertulang belakang), ordo rodentia (hewan pengerat), famili muridae, dan genus Rattus. Tubuh bagian dorsal/ punggung berwarna coklat kekuningan dengan bercak-bercak hitam di rambut-rambutnya, sehingga secara keseluruhan tampak berwarna abu-abu. Bagian ventral/perut berwarna putih keperakan atau putih keabu-abuan. Permukaan atas kaki seperti warna badan, sedangkan permukaan bawah dan ekornya berwarna coklat tua. Tikus betina memiliki 12 puting susu (6 pasang), dengan susunan 1 pasang pada pektoral, 2 pasang pada postaxial, 1 pasang pada abdomen, dan 2 pasang pada inguinal. Pada tikus muda/predewasa terdapat rumbai rambut berwarna jingga di bagian depan telinga. Ekor tikus sawah biasanya lebih pendek daripada panjang kepala-badan dan moncongnya berbentuk tumpul.
Panca indera tikus sawah berkembang baik dan sangat menunjang setiap aktivitas kehidupannya. Sebagai hewan nokturnal, mata tikus telah berkembang dan menyesuaikan untuk melihat dalam intensitas cahaya rendah. Indera penciuman berkembang baik. Dengan indera tersebut, tikus mendeteksi wilayah pergerakan tikus lain, jejak anggota kelompoknya, dan betina estrus. Indera pendengaran tikus sawah berkembang sempurna. Indera pengecap berkembang baik sehingga mampu mendeteksi rasa pahit, racun, dan enak/tidaknya suatu pakan. Indera peraba juga berkembang baik, kumis dan rambut-rambut panjang pada sisi tubuhnya digunakan sebagai sensor sentuhan terhadap benda-benda yang dilalui. Dengan indera yang berkembang dan terlatih tersebut, tikus sawah memiliki kemampuan fisik yang prima seperti berlari, menggali, memanjat, meloncat, melompat, mengerat, berenang, dan menyelam. Tikus sawah juga berperilaku cerdik dan memiliki kemampuan belajar/mengingat (meskipun terbatas).
Tikus sawah mempunyai kemampuan reproduksi yang tinggi. Periode perkembang-biakan hanya terjadi pada saat tanaman padi periode generatif. Dalam satu musim tanam padi, tikus sawah mampu beranak hingga 3 kali dengan rata-rata 10 ekor anak per kelahiran. Tikus betina relatif cepat matang seksual (±1 bulan) dan lebih cepat daripada jantannya (±2-3 bulan). Cepat/lambatnya kematangan seksual tersebut tergantung dari ketersediaan pakan di lapangan. Masa kebuntingan tikus betina sekitar 21 hari dan mampu kawin kembali 24-48 jam setelah melahirkan (post partum oestrus). Terdapatnya padi yang belum dipanen (selisih hingga 2 minggu atau lebih) dan keberadaan ratun (Jawa : singgang) terbukti memperpanjang periode reproduksi tikus sawah. Dalam kondisi tersebut,anak tikus dari kelahiran pertama sudah mampu bereproduksi sehingga seekor tikus betina dapat menghasilkan total sebanyak 80 ekor tikus baru dalam satu musim tanam padi. Dengan kemampuan reproduksi tersebut, tikus sawah berpotensi meningkatkan populasinya dengan cepat jika daya dukung lingkungan memadai.
Tikus sawah bersarang pada lubang di tanah yang digalinya (terutama untuk reproduksi dan membesarkan anaknya) dan di semak-semak (refuge area/habitat pelarian). Sebagai hewan omnivora (pemakan segala), tikus mengkonsumsi apa saja yang dapat dimakan oleh manusia. Apabila makanan berlimpah, tikus sawah cenderung memilih pakan yang paling disukainya yaitu padi. Tikus menyerang padi pada malam hari. Pada siang harinya, tikus bersembunyi di dalam lubang pada tanggul-tanggul irigasi, jalan sawah, pematang, dan daerah perkampungan dekat sawah. Pada saat lahan bera, tikus sawah menginfestasi pemukiman penduduk dan gudang-gudang penyimpanan padi dan akan kembali lagi ke sawah setelah pertanaman padi menjelang generatif.
Kehadiran tikus pada daerah persawahan dapat dideteksi dengan memantau keberadaan jejak kaki (foot print), jalur jalan (run way), kotoran/feses, lubang aktif, dan gejala serangan.
Pengendalian
Pengendalian tikus dilakukan dengan pendekatan PHTT (Pengendalian Hama Tikus Terpadu) yaitu pendekatan pengendalian yang didasarkan pada pemahaman biologi dan ekologi tikus, dilakukan secara dini, intensif dan terus menerus dengan memanfaatkan semua teknologi pengendalian yang sesuai dan tepat waktu. Pelaksanaan pengendalian dilakukan oleh petani secara bersama-sama dan terkoordinasi dengan cakupan wilayah sasaran pengendalian  dalam skala luas.
Kegiatan pengendalian tikus ditekankan pada awal musim tanam untuk menekan populasi awal tikus sejak awal pertanaman sebelum tikus memasuki masa reproduksi. Kegiatan tersebut meliputi kegiatan gropyok masal, sanitasi habitat, pemasangan TBS dan LTBS. Gropyok dan sanitasi dilakukan pada habitat-habitat tikus seperti sepanjang tanggul irigasi, pematang besar, tanggul jalan, dan batas sawah dengan perkampungan. Pemasangan bubu perangkap pada pesemaian dan pembuatan TBS (Trap Barrier System / Sistem Bubu Perangkap) dilakukan pada daerah endemik tikus untuk menekan populasi tikus pada awal musim tanam.
Kegiatan pengendalian yang sesuai dengan stadia pertumbuhan padi antara lain sbb. :
TBS merupakan petak tanaman padi dengan ukuran minimal (20 x 20)m yang ditanam 3 minggu lebih awal dari tanaman di sekitarnya, dipagar dengan plastik setinggi 60 cm yang ditegakkan dengan ajir bambu pada setiap jarak 1 m, bubu perangkap dipasang pada setiap sisi dalam pagar plastik dengan lubang menghadap keluar dan jalan masuk tikus. Petak TBS dikelilingi parit dengan lebar 50 cm yang selalu terisi air untuk mencegah tikus menggali atau melubangi pagar plastik. Prinsip kerja TBS adalah menarik tikus dari lingkungan sawah di sekitarnya (hingga radius 200 m) karena tikus tertarik padi yang ditanam lebih awal dan bunting lebih dahulu, sehingga dapat mengurangi populasi tikus sepanjang pertanaman.
LTBS merupakan bentangan pagar plastik sepanjang minimal 100 m, dilengkapi bubu perangkap pada kedua sisinya secara berselang-seling sehingga mampu menangkap tikus dari dua arah (habitat dan sawah). Pemasangan LTBS dilakukan di dekat habitat tikus seperti tepi kampung, sepanjang tanggul irigasi, dan tanggul jalan/pematang besar. LTBS juga efektif menangkap tikus migran, yaitu dengan memasang LTBS pada jalur migrasi yang dilalui tikus sehingga tikus dapat diarahkan masuk bubu perangkap.
Fumigasi paling efektif dilakukan pada saat tanaman padi stadia generatif. Pada periode tersebut, sebagian besar tikus sawah sedang berada dalam lubang untuk reproduksi. Metode tersebut terbukti efektif membunuh tikus beserta anak-anaknya di dalam lubangnya. Rodentisida hanya digunakan apabila populasi tikus sangat tinggi, dan hanya akan efektif digunkan pada periode bera dan stadium padi awal vegetatif.

Mengatasi penyakit pada padi

Serangan hama dan penyakit padi cukup menonjol sejak awal masa pertumbuhan sampai dengan menjelang panen. Gejala serangan hama dan penyakit penting seperti penggerek batang, wereng coklat, wereng hijau, hawar daun bakteri (HDB), blas dan sebagainya, harus diwaspadai agar dapat dilakukan pengendalian secara tepat sehingga tidak menimbulkan kerusakan berat dan bahkan kehilangan hasil panen.
Untuk mengurangi kerugian dari gangguan hama dan penyakit perlu ada strategi pengendalian yang betul-betul terencana. Untuk mengurangi gangguan penyakit blas, misalnya perlu  dipilih varietas yang tahan dan sistem tanam multi varietas atau mozaik varietas agar penyebaran dalam waktu singkat da

Mengatasi hama penyakit tembakau saat hujan

“Salah satu solusi menghadapi cuaca yang tidak menentu adalah dengan mengelola jarak tanam. Dengan jarak yang cukup renggang, sinar matahari bisa masuk sampai tanah dan sirkulasi udara juga bisa lebih leluasa, serta bisa mencegah tumbuhnya jamur dan juga wereng”
Hama Penyakit 
Dalam kondisi cuaca tidak menentu seperti ini bisa juga mngundang hama dan penyakit yang lain, seperti di bawah ini :

Penyakit pada tembakau

Penyakit Tanaman Tembakau
Beberapa penyakit yang dapat menimbulkan kerugian cukup besar pada tanaman tembakau adalah penyakit lanas, penyakit rebah kecambah, penyakit kerupuk dan penyakit layu bakteri. Secara ringkas diskripsi penyakit-penyakit tersebut adalah sebagai berikut.
Penyakit Rebah Kecambah. Penyakit ini disebabkan oleh cendawan Phytium spp, Sclerotium sp dan Rhizoctonia sp. Penyakit ini pada umumnya menyerang di pembibitan, dengan gejala serangan pangkal bibit berlekuk seperti terjepit, busuk, berwarna coklat dan akhirnya bibit roboh. Penyakit biasanya menyerang didaerah dengan suhu 240C, kelembaban di atas 85 % drainase buruk curah hujan tinggi dan pH tanah 5,2 – 8,5. Penyakit ini dapat diatasi dengan pengaturan jarak tanam pembibitan, disinfeksi tanah sebelum penaburan benih atau penyemprotan pembibitan serta pencelupan bibit sebelum tanam dengan fungisida netalaksil 3 g/liter air Mankozep (2 – 3 g/liter air), Benomil 2 – 3 g/liter air dan Propanokrab Hidroklorida 1 – 2 ml/l air.

Minggu, 05 Februari 2012

KARAKTERISTIK FISIOLOGIS Ralstonia solanacearum PENYEBAB PENYAKIT LAYU BAKTERI NILAM

Penelitian karakteristik Ralstonia solanacearum penyebab penyakit layu bakteri nilam telah dilakukan di pertanaman nilam petani di Pasaman Barat Sumatera Barat dan laboratorium serta rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Kegiatan lapangan meliputi identifikasi gejala penyakit dan pengambilan sampel tanaman sakit pada empat kebun nilam terinfeksi penyakit layu bakteri berdasarkan tingkat serangan tertinggi (di atas 75%) yang dilakukan pada bulan Januari 2003. Kegiatan laboratorium dan rumah kaca meliputi isolasi dan pengamatan morfologi bakteri patogen, pengujian hipersensitif, patogenisitas, sifat-sifat bakteriologi, pigmen fluoresen, antibiotik, biovar dan ras patologi yang dilaksanakan pada bulan Januari sampai Agustus 2003. Hasil penelitian menunjukkan bahwa didapatkan 31 isolat bakteri patogen yang menunjukkan reaksi hipersensitif pada daun tembakau, dan 20 isolat dari isolat tersebut mampu menginfeksi bibit nilam dengan gejala layu seperti gejala di lapangan dengan masa inkubasi menunjukkan gejala 14,6 – 39,0 hari setelah inokulasi (HSI). Isolat Ns 31 adalah isolat paling virulen. Hasil analisis sifat-sifat bakteriologi menyimpulkan isolat bakteri asal nilam dari Pasaman Barat Sumatera Barat adalah Ralstonia solanacearum. Berdasarkan hasil pengujian biovar dan kisaran inang maka isolat tersebut dikelompokkan ke dalam biovar III dan ras satu.

BACTOCYN, fungi plus bakterisida

Obat bactocyn merupakan obat multi fungsi untuk mengobati hama bakteri dan jamur/fungi pada tanaman. Pertimbangan penggunaan: karena formulanya yang multifungsi sehingga dapat menghemat biaya dan waktu dibandingkan untuk menggunakan obat bakterisida dan fungisida secara terpisah. Cara penggunaan: Cabai ,1-2ml/l air. Penyemprotan volume tinggi, aplikasi dilakukan segera setelah terlihat adanya gejala serangan. Tembakau: 1-2ml/ l air. Penyemprotan / penyiraman dilakukan pada saat umur tanaman 14 hari setelah tanam sebanyak 5-6 kali tergantung serangan penyakit, dengan interval 7 hari. Padi: 0,8-1 ml/l air. Penyemprotan volume tinggi, aplikasi di lakukan segera setelah terlihat adanya gejala serangan. Penyakit : cabai= Layu bakteri (ralstonia solanacearum) Tembakau: Layu bakteri ( PSEUDOMONAS SP/ RALSTONIA solanacearum) Bstang berlubang ( erwinia carotovora) padi= bakteri daun bergaris (xanthomonas sp) bercak daun (cercospora sp) busuk batang (helminthosporium sp) hawar pelepah (rhizoctonia solani) blas (pyricularia)